THE MAKING OF “ANA & THAT MORNING”
Pengguna aktif media sosial semakin banyak setiap tahun. Selain jumlah pengguna, durasi penggunaan smartphone juga meningkat setiap tahun. Google Indonesia melakukan survei di Jakarta, Bodetabek, Bandung, Semarang, dan Surabaya pada periode Desember 2014 hingga Februari 2015 dan menyatakan bahwa rata-rata warga Indonesia menghabiskan waktu selama 5,5 jam per hari menatap layar smartphone. Ana & That Morning adalah sebuah animasi pendek 3D yang menceritakan tentang Ana, seorang wanita yang kecanduan smartphone sehingga sulit melepas smartphone-nya walaupun dalam keadaan berbahaya. Pagi itu ketika memasak air, Ana sibuk dengan smartphone sehingga perhatiannya teralihkan dan ia harus berhadapan dengan resiko dari perbuatannya, yaitu kompor yang meletup.
Ide cerita berawal dari kejadian yang beberapa kali terjadi di rumah penulis yaitu memasak air hingga panci gosong karena asik menggunakan smartphone. Keinginan menggunakan cerita ini semakin kuat ketika melakukan wawancara dan mengetahui cerita pengalaman beberapa responden yang serupa. Melalui film pendek ini, penulis memberikan gambaran bahaya yang mungkin dialami oleh pengguna smartphone karena kecanduan sehingga tidak menyadari resiko dan tidak berhati-hati.
Film Ana & That Morning menggunakan style 3D. Sebagian besar model 3D menggunakan shader lambert sehingga tidak ada specular highlights dan hasil render terlihat sedikit menyerupai 2 dimensi. Tekstur pada model 3D diberi shading dan beberapa model 3D menggunakan bump mapping agar tekstur tampak lebih 3D, misalnya pada rambut Ana.
Ana adalah seorang wanita berusia 35 tahun yang menggunakan smartphone secara berlebihan hingga bisa dikategorikan ke tahap kecanduan. Karakter Ana mengalami stilasi seperti pengurangan jumlah jari tangan dan tidak ada jari kaki. Mata Ana juga tidak diperlihatkan pada sebagian besar adegan karena ditutupi kacamata. Ana menggunakan gabungan bentuk dasar kotak dan bulat yang menggambarkan sifat kaku dari karakter dengan tetap menampilkan kesan lucu.
Ana menggunakan kacamata yang tebal karena matanya yang mulai rusak akibat terlalu sering melihat layar smartphone. Rambut Ana diikat sanggul agar terlihat santai berada di rumahnya. Ana mengenakan baju daster yang merupakan pakaian khas ibu-ibu di Indonesia. Akibat kecanduannya, Ana menjadi pemalas sehingga gerakannya terbatas dan ekspresinya sedikit.
Latar tempat dalam animasi pendek ini hanya satu yaitu dapur rumah Ana. Ana tinggal di rumah sederhana dengan ukuran ruangan yang terbatas sehingga interior dapur menggunakan gaya open kitchen yaitu dapur dan ruang makan yang terintegrasi untuk pemanfaatan ruang yang sempit. Mengikuti karakter Ana yang kecanduan pada smartphone, maka kondisi dapur cukup berantakan dan kotor. Misalnya terdapat banyak sampah berserakan dan cucian piring yang menumpuk. Beberapa perabotan memiliki bercak kotoran dan goresan halus. Tembok dapur rumah Ana menggunakan warna dari sisi color wheel yang cool agar terkesan dingin. Sementara perabotan banyak menggunakan warna warm seperti kuning dan hijau-kekuningan.
Cerita memiliki genre drama dengan sentuhan komedi satiris. Satiris yang digunakan dalam film pendek ini dibatasi karakteristiknya yaitu mengandung unsur kritik, ironis, komedi, dan pesan moral. Unsur kritik diperlihatkan pada sifat dan gerak karakter yaitu pada sifat pemalas dan kepala menunduk karena terus melihat smartphone. Unsur ironis diperlihatkan pada alur cerita yaitu kompor yang meletup karena Ana tidak bisa melepaskan diri dari smartphone-nya walaupun hanya untuk mematikan api kompor sebentar saja, padahal kompor yang meletup dapat membahayakan Ana. Unsur komedi diperlihatkan sesekali dengan membuat pose dan kelakuan Ana yang tidak wajar karena kecanduannya pada smartphone sebagai bahan tertawaan, misalnya pose kepala Ana yang sangat menunduk ketika melihat smartphone dan pada adegan Ana menutup pintu lemari menggunakan kepalanya karena kedua tangannya memegang smartphone. Pesan yang terkandung merupakan pesan implisit yaitu memahami resiko kecanduan smartphone agar tidak menjadi seperti karakter Ana yang kecanduan smartphone sampai membahayakan diri sendiri.
Demikian sekilas proses pembuatan film pendek Ana & That Morning. Semoga film pendek ini dapat memberikan hiburan sekaligus penyadaran kepada penonton agar mengurangi tindakan yang dapat menimbulkan malapetaka akibat kecanduan smartphone, baik bagi pengguna smartphone sendiri maupun sekitarnya.
“If you feel anxious, irritable, or uncomfortable when your phone isn’t within reach, that’s a red flag.” – Dr. James Roberts
Oleh: Stephanie Wenardy
Comments :