The Art of Making LIMIT
LIMIT adalah sebuah animasi pendek berbentuk semi-anime dan semi-stilasi yang membahas tentang perasaan minder berlebihan atau inferiority complex. Animasi ini dibahas dari sudut pandang protagonis yang menderita inferiority complex. Rasa minder berlebihan yang dialami banyak remaja dan young adult, serta keluhan mereka yang jarang didengar menjadi dasar penulis untuk menciptakan animasi dengan tujuan memberikan gambaran kepada audience tentang apa yang dirasakan penderita inferiority complex, cara mereka berpikir, dan idealisme mereka. Tujuan lainnya adalah untuk memberikan rasa “relatable” kepada penderita minder berlebihan, dan memberikan mereka validasi bahwa mereka tidak sendirian merasakan hal ini.
Berlatar belakang di sekolah SMA, karakter yang penulis ciptakan juga merupakan remaja berusia sekitar 16-18 tahun, karena usia tersebut merupakan masa-masa remaja menghadapi banyak gejolak emosi dan merupakan tahap pencarian jati diri. Mereka akan berjuang keras untuk membaur dengan lingkungan dan juga berdaptasi, serta mencari lingkungan yang cocok untuk mereka.
Animasi ini, terdapat dua tokoh utama, yaitu: Elina dan Yulia. Elina memiliki sifat ceria, penuh energy, ambivert, dan senang melukis. Namun, dibalik itu semua, Elina memiliki sisi gelap: mudah minder, terutama terhadap sahabatnya sendiri. Sosok Elina dibuat bedasarkan inspirasi dan cerminan remaja-remaja yang masih labil dalam mengatur emosi mereka. Yulia memiliki sifat ramah, lemah lembut, melankolis dan senang melukis. Sosok Yulia dibuat bedasarkan inspirasi dan cerminan remaja-remaja yang rendah hati dan murah senyum.
Animasi yang digunakan dalam pembuatan film pendek ini adalah teknik frame by frame yang digambar satu persatu gerakannya, sehingga ketika di satukan dan di compose, kumpulan frame itu akan membuat sebuah animasi (gambar bergerak).
Terdapat beberapa langkah dalam melakukan animasi. Tahap tersebut ialah Blocking – Splining – Smoothing – adding life. Blocking menggunakan prinsip Pose to pose, dimana penulis menggambar terlebih dahulu key posesnya sebelum masuk ke tahap berikutnya. Splining sangat penting untuk menentukan anticipation dan staging demi menciptakan tensi serta menciptakan gerakan yang lebih luwes. Langkah ketiga setelah Splining adalah tahap smoothing. Seperti splining, smoothing ini juga bertugas untuk “menghubungkan” tiap frame yang sudah dibuat dari blocking dan splining dengan tujuan untuk mencapai sebuah gerakan yang jauh lebih mulus. Smoothing bertugas melengkapi segala frame yang masih terlihat kaku.
Setelah tahap membuat tiap frame animasi, penulis masuk ke tahap render, pencahayaan, dan pemberian warna serta ambience. Rendering, pencahayaan, dan warna nuansa sangatlah penting untuk mendukung keindahan setiap panel dan menjelaskan seperti apa nuansa yang terpampang pada setiap scene. Setelah tahap render dan coloring selesai, penulis akan melakukan tahap compositing, yaitu penggabungan segala frame yang ada serta memasukan segala sound effect, audio, dan voice over.
Demikian tulisan beserta proses produksi dari film animasi pendek LIMIT dari awal hingga bisa mencapai hasil akhir seperti sekarang. Walau masih banyak kekurangan, penulis berharap tulisan diatas informatif serta dapat menginsprasi. Terima kasih!