“Apa Itu Aksara Batak?” merupakan animasi edukasi yang mengisahkan perjalanan aksara Batak dari awal terbentuknya hingga nasibnya di jaman modern. Animasi ini ingin menyorot aksara Batak sebagai warisan daerah yang hampir punah dan perlu dilestarikan.
Terdapat berbagai tahapan dalam perancangan animasi edukasi ini. Berikut adalah beberapa hasil rancangan dari animasi edukasi “Apa Itu Aksara Batak?”

Design Judul
Pemilihan judul “Apa Itu Aksara Batak?” terinspirasi dari seri animasi edukasi milik bernama Kok Bisa yang diunggah di youtube. Judul-judul pada video Kok Bisa menggunakan format pertanyaan untuk menarik penonton. Penggunaan judul yang informal ini memberikan kesan yang lebih santai. Oleh karena itu, penulis berusaha untuk mereplika metode Kok Bisa dengan maksud agar animasi edukasi yang dirancang tidak terlalu kaku. Penulis menggunakan typeface yang lebih persegi untuk menyamakan kesan dengan visualisasi karakter orang Batak.

Penulis juga menambahkan bindu; Ornamen ini ditemukan dalam pustaha. Bindu biasanya digunakan untuk mengawali sebuah bab atau kalimat.
Naskah Batak: Pustaha, Bambu, dan Tulang

Pustaha merupakan salah satu naskah Batak dengan jumlah terbesar yang terbuat dari kayu (laklak) yang dilipat-lipat. Ukuran dan bentuk pustaha dapat bervariasi. Pustaha yang sederhana hanya terdiri dari laklak yang dilipat-lipat. Sedangkan pustaha yang lebih mewah memiliki sampul (lampak) yang diukir dengan indah. Isi pustaha umumnya membahas ilmu kedukunan dan ditulis oleh seorang datu.
Selain pustaha, juga terdapat naskah-naskah jenis lain, yaitu naskah bambu dan tulang. Naskah bambu adalah naskah yang cukup umum ditemukan, sama seperti pustaha. Tulang yang digunakan untuk menulis naskah umumnya adalah tulang rusuk dan tulang bahu pada kerbau.

Tokoh dan Karakter
Dalam animasi edukasi ini, terdapat berbagai karakter yang memiliki peran untuk menjelaskan berbagai aspek aksara Batak. Berikut adalah hasil dari desain karakter sesuai dengan refrensi desain yang telah dipilih.
Datu
Datu adalah kontributor aksara Batak terbesar dikarenakan Datu menulis pustaha yang diisi dengan ilmu sihir.
Penulis menggunakan refrensi sesuai dengan deskripsi Achim Sibeth mengenai datu Karo; bahwa datu Karo menggunakan jubah putih. Warna putih dianggap dapat menarik arwah dan jiwa leluhur. Datu karo juga menggunakan turban dengan kombinasi warna tradisional merah, putih, hitam/biru. Kombinasi warna ini juga dapat digunakan oleh datu dari sub-grup Batak lain.

Wanita Batak
Untuk mendampingi karakter Datu, penulis memilih wanita Batak untuk mewakili masyarakat Batak biasa; yaitu masyarakat yang tidak mempelajari/memahami hadatuon.

Sesuai dengan pembahasan warna pada budaya Batak dalam bab dua. Penulis akan menggunakan warna-warna yang cukup dominan pada budaya Batak; Merah, putih, dan hitam. Namun untuk menyesuaikan dengan refrensi warna utama, penulis melakukan sedikit adjustment pada warna hitam menjadi warna coklat tua.