Animasi pendek “shòu”, menceritakan mengenai seorang gadis bernama Foni yang tidak percaya dengan mitos. Namun karena insiden bulan Mei, Foni kehilangan satu-satunya keluarga yang dia sayangi lalu mencoba mengakhiri hidupnya namun rencananya selalu gagal, sehingga Foni mencoba mempercayai sebuah mitos Tionghoa yaitu memutuskan mie dan berharap kematian akan datang kepadanya. Animasi ini berlatar rumah tinggal etnis Tionghoa di Indonesia pada tahun akhir 90-an

Ide “shòu” berawal dari hasil obrolan ditelepon dimana salah satu diantara kami bercerita mengenai mitos mie ulang tahun yang berkembang di masyarakat etnis Tionghoa. Dari obrolan ini kemudian bertambah dengan ide yang terinspirasi dari sebuah buku kumpulan sajak menceritakan mengenai seorang kakek berumur panjang yang ingin segera bertemu ajal karena inilah desain awal karakter ini adalah seorang kakek yang memiliki kesulitan berjalan sebelum akhirnya terjadi perubahan cerita yang menghasilkan desain karakter Foni maupun Pak Hanhan saat ini.

Ketika ide untuk cerita telah didapatkan, kemudian saya dan tim menonton beberapa animasi pendek untuk mendapatkan refrensi atau gambaran yang cocok untuk digunakan pada animasi pendek ini. Setelahnya kemudian disepakati untuk membuat animasi dengan gaya tampilan tekstur cat air karena memberi kesan tua atau antik yang mendukung mendukung cerita.

Seperti yang disebutkan bahwa animasi ini mengambil mitos dari etnis Tionghoa sehingga ada beberapa hal yang perlu ditampilkan selain mie ulang tahun seperti tempat tinggal maupun pernak-pernik didalamnya sehingga perlu adanya refrensi atau observasi tempat tinggal etnis Tionghoa yang memiliki ciri khas namun sayangnya karena masih kondisi pandemik COVID-19 sehingga saya hanya dapat melakukan dengan jarak jauh mewawancara dan menerima foto-foto isi kediaman rumah etnis Tionghoa dari salah satu anggota keluarga pemilik rumah. Kebetulan pada saat itu mereka sedang melakukan ritual/doa pada malam Imlek sehingga saya mendapatkan refrensi altar leluhur yang ditata cukup lengkap. Dari wawancara ini juga saya mendapatkan tambahan informasi selain dari buku mengenai tata letak altar leluhur seperti terdapat 2 altar untuk leluhur, altar leluhur untuk yang telah lama meninggal diletakkan dekat ruang keluarga atau kumpul sedangkan altar leluhur untuk yang baru meninggal diletakkan diruang terpisah dekat pelataran atau halamana rumah tanpa ada hiasan berwarna merah, kuning atau jingga selain hiasan berupa bendera.

Ketika memasuki tahap produksi, terdapat miskomunikasi dengan tim terkait pembuatan “one-shoot” untuk melihat perubahan dan perpindahan dari malam Imlek ke sebuah peristiwa. Dalam memikirkan realisasi scene tersebut, kami memiliki pandangan yang berbeda seperti membuat backgroundnya panorama namun akhirnya diputuskan untuk environment gambar 2D terlebih dahulu lalu dibuat dalam bentuk 3D hal ini agar lebih mempermudah pergerakan kamera yang kompleks memperlihatkan beberapa prespektif benda.

Sekian sekilas cerita dan proses dibalik pembuatan asset untuk animasi pendek “shòu” ini. Semoga dapat memberikan pengetahuan baru dan bermanfaat. Terima Kasih