Sleep paralysis atau kelumpuhan tidur bagi orang Indonesia dikenal dengan sebutan “ketindihan”, yang dimana saat seseorang terbangun dari tidur dengan kondisi sadar namun tubuh tidak dapat digerakkan. Di Indonesia sebagian masyarakat mempercayai bahwa fenomena sleep paralysis atau “ketindihan” ini terjadi dikarenakan faktor non medis seperti ditindih maupun diganggu makhluk halus yang faktanya sleep paralysis atau ketindihan dapat dijelaskan secara medis. Ketakutan dan kebingungan juga dirasakan sebagian masyarakat yang mengalami sleep paralysis atau “ketindihan” dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai hal ini.
Penulis berpandangan bahwa sleep paralysis atau “ketindihan” bisa lebih dikenalkan lagi dengan cara yang menarik seperti dalam bentuk animasi 3D. Dengan diperkenalkan lebih menarik lagi diharapkan pesan yang ingin disampaikan dapat membuat masyarakat lebih mengerti dan bisa berpikir secara logis serta tidak akan adanya lagi ketakutan maupun kebingungan saat mengalami fenomena sleep paralysis atau “ketindihan” ini.
Pada proses perancangan animasi ini penulis membagi menjadi 3 tahap, yaitu pra-produksi, produksi, dan paska-produksi. Pada pra-produksi, penulis mengumpulkan teori dan data yang dibutuhkan melalui kuesioner, wawancara, observasi, dan studi kepustakaan yang kemudian diaplikasikan kedalam proses perancangan animasi ini. Pada tahap kuesioner penulis membagiakan kuesioner kepada masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi seputar pengetahuan, pengalaman, dan perasaan responden mengenai topik yang diteliti.
Pada tahap wawancara, penulis melakukan wawancara kepada 2 narasumber yang paham mengenai penjelasan sleep paralysis dari segi medis dan non-medis untuk mendukung pembuatan animasi penulis. Pada tahap studi kepustakaan, penulis mencari teori baik dari buku, artikel, jurnal maupun website yang dapat mendukung proses pembuatan animasi. Sedangkan pada tahap observasi, penulis mencari referensi baik referensi karakter, motion objek, transisi dan environment dari karya animasi 3D motion graphic terdahulu, kemudian melakukan observasi terhadap elemen-elemen visual dari setiap karya tersebut.
Selain itu, pada tahap pra-produksi, teori-teori pendukung yang telah didapat diaplikasikan kedalam proses perancangan karya, diawali dengan menyusun script atau naskah, yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan storyboard serta animatic untuk digunakan sebagai acuan dalam proses produksi animasi. Desain pada karakter, environment, dan aset pendukung juga dilakukan pada tahap ini.

Pada tahap produksi, penulis membuat model dari karakter, aset serta environment yang telah dirancang pada tahap sebelumnya dalam bentuk 3D. Setelah itu penulis akan melakukan rigging dan animating serta penambahan texture pada karakter dan aset dilanjut dengan rendering. Pada tahap ini akan digunakan aplikasi 3D yaitu cinema 4D untuk modeling, lighting, animating serta rendering.

Dalam animasi ini yang paling ditonjolkan adalah bentuk dari tiap karakter yang memiliki bentuk yang penuh lengkungan serta mendekati wujud aslinya sesuai dengan ketertarikan remaja terhadap suatu karakter.
Pada tahap paska-produksi, penulis melakukan menyatukan setiap elemen yang telah dibuat dalam proses sebelumnya, penulis akan memberikan sentuhan terakhir berupa compositing dan color correction. Agar dapat menyampaikan pesan dan mood dengan lebih baik kepada penonton akan ditambahkannya suara narator, backsound, serta sound effect pendukung.
Berikut beberapa scene dalam animasi Sleep paralysis ; What is it?:

Demikian sekilas proses pembuatan animasi edukasi Sleep Paralysis ; What is it. Besar harapan penulis dengan adanya animasi ini dapat membuat masyarakat terutama para remaja dapat berfikiran logis dan tidak ada lagi merasakan ketakutan maupun kebingungan saat mengalami kejadian sleep paralysis atau ketindihan ini.