The Making of “Good Bad Luck”
Good Bad Luck merupakan film animasi pendek bertemakan tentang sebuah keuntungan dibalik kesialan. Animasi ini berkisah tentang karakter Sven yang akan pergi kencan buta, namun kemudian kesialan datang menghambat usahanya untuk bertemu dengan pasangan barunya tersebut . Animasi ini diceritakan terutama melalui media gerak seperti pada kartun klasik atau film pada silent era, juga disertai dengan pembawaan yang bersifat komedik.
Gerak menjadi hal yang paling ditonjolkan, sehingga hampir seluruh desain pada animasi ini bergantung dan menyesuaian kebutuhan visual gerak. Karakter memiliki desain shape yang sederhana agar bahasa tubuh karakter bisa terbaca dengan jelas saat akan mengaplikasikan dan mendorong gerak karakter dari segi prinsip animasi, namun tetap memberi keunikan tersendiri seperti pada bentuk kepala Sven yang menjadi hal ikonik dari karakter tersebut. Karakter juga memiliki satu warna utama yang didukung sifat analogous atau complementary dari warna latar. Hal ini digunakan untuk mendorong dan memberikan hasil siluet yang lebih mudah dibaca atau diterima secara visual oleh audiens. Warna latar juga menandakan intensitas situasi yang sedang terjadi pada adegan tersebut. Kepribadian karakter juga penting untuk diperhatikan dan menyesuaikan dengan genre animasi yang dituju, Sven memiliki sifat yang energetic, fun, lugu, dan quirky. Personality traits ini akan mendukung efek komedik dari animasi Good Bad Luck.
Gerak menjadi unsur yang penting dalam animasi ini karena menjadi sarana utama untuk bercerita. Motion animasi ini menggunakan pendekatan kartunis dan jenis stepped animation untuk memberikan keunikan dan ciri khas tersendiri. Ke-12 prinsip animasi memiliki peran dan menjadi sangat penting untuk menghasilkan gerakan yang menarik, ada beberapa dari prinsip tersebut yang didorong lebih diantara prinsip lainnya seperti exaggeration, squash and stretch, followthrough and overlapping, arcs, dan timing. Animasi ini ingin mengangkat kembali esensi dari animasi klasik yang kita nikmati dahulu, dimana penyampaian cerita tidak bergantung pada dialog, seperti kebanyakan animasi pada masa kini, namun dari bahasa tubuh dan interaksi dari karakter itu sendiri terhadap karakter lain maupun lingkungannya.