The Art and Making of “SHOKU”

“There is virtue in work and there is virtue in rest, use both and overlook neither”. Ada waktunya untuk bekerja, dan ada waktunya untuk beristirahat. Kutipan Alan Cohen, dipadukan dengan gaya memasak teppanyaki, menginspirasi pembuatan animasi film pendek “SHOKU”.
“SHOKU” menceritakan pertemuan antara Irene, seorang karyawati yang lelah dan kelaparan, dengan kedai teppanyaki milik Maneki Neko yang unik. Irene awalnya menolak tawaran untuk mampir sejenak dan makan, namun pada akhirnya menyerah pada rasa lapar. Pada saat Irene menikmati proses memasak, ternyata ia terbawa ke dimensi lain. Irene menyantap hidangan dengan senang dan merasa lebih baik. Ia mendapat pelajaran berharga—tidak ada salahnya untuk beristirahat dan makan sejenak.

“SHOKU” berarti “makanan”, “makan”, atau “meal” dalam bahasa Jepang. Judul ini sederhana, namun menggambarkan tema dari animasi film pendek tersebut. Huruf “O” pada “SHOKU” diganti menjadi simbol ikan paus dengan kepala kucing didalamnya, yang merepresentasikan Maneki Neko dan kedai teppanyaki yang berada di atas ikan paus. Typeface yang digunakan menyampaikan kesederhanaan dan terbaca jelas. Jarak antar huruf yang cukup renggang bertujuan agar tidak terkesan penuh dengan adanya simbol.
Konsep dan desain karakter merupakan salah satu hal yang penting dalam pembuatan animasi film pendek “SHOKU”. Karakter yang menarik membantu untuk membuat film animasi pendek menjadi lebih menarik. Karakter dibentuk dengan menggunakan Bone Structure of Character (fisiologi, sosiologi, psikologi), berlandaskan prinsip-prinsip desain karakter, dan artstyle yang dipertimbangkan berdasarkan Triangle of Representation. Arstyle semi-realistic digunakan karena lebih cocok dengan tema sederhana yang diangkat, adegan-adegan fantasi, serta proses pengerjaan lebih efisien, mengingat project ini dikerjakan sendiri.