“TANGO” (Para Setan Bego) merupakan serial IP Animasi yang menceritakan tentang keseharian dari hantu-hantu yang ada di kuburan. Namun hal yang membedakan serial IP ini dengan film-film yang mengangkat tema serupa terletak pada desain karakternya yang unik dan berbeda dari kebanyakan. Selain itu TANGO juga mengambil pendekatan menggunakan komedi, dimana komedi dirasa sebagai cara yang efektif untuk bercerita, dan tetap menarik bagi penonton.

Ide TANGO dan karakter-karakter yang ada terbentuk dari pemikiran saya tentang hantu-hantu Indonesia yang merupakan salah satu budaya dari Indonesia yang menurut penulis menarik untuk digali, selain itu potensi pasar dari pengguna media sosial di Indonesia yang berada pada ranking ketiga teratas di dunia, baik dari jumlah penggguna dan juga jumlah pertumbuhan pengguna per tahun.

Dalam pembuatan TANGO, saya memberikan fokus utama kepada karakter-karakter yang ada, dikarenakan itu saya menghabiskan waktu lebih banyak pada proses pembuatan karakternya, terutama pada tahap rigging.

Selain itu, dikarenakan genre komedi yang saya pilih untuk TANGO, maka saya tentunya harus memfasilitasi rig karakter yang ada agar dapat membuat gerakan-gerakan yang membantu efek komedi tersebut. Salah satunya yang menurut saya penting adalah salah satu dari 12 prinsip animasi yaitu exaggeration.

Karena exaggeration tersebut, maka dibutuhkan treatment khusus dalam proses rigging. Penulis menggunakan Autodesk Maya untuk proses ini, dan untuk memberikan efek stretch, saya menggunakan nodes yang ada di program Maya untuk mengontrol scale pada joint-joint tertentu. Scale tersebut dikontrol oleh sebuah node distance yang mengukur jarak dari joint pergelangan tangan ke joint lengan atas. Dengan fungsi matematika, apabila jarak dari pergelangan ke lengan atas lebih dari jarak semestinya, maka scale diterapkan.

Selain itu, dikarenakan saya menargetkan style yang lebih kartun ketimbang realistis, saya menggunakan renderer EEVEE dari program Blender. Hal ini karena waktu rendernya yang singkat dan juga memberikan kualitas yang cukup memuaskan, dan mencapai level realisme yang cukup bagi serial animasi TANGO, dengan durasi yang sangat minim ketimbang proses render tradisional atau raytrace. Proses render menggunakan EEVEE pada scene TANGO dapat memproduksi sekitar 4 frame per detik, hal ini sangat cepat dibandingkan render tradisional yang bisa saja memakan waktu 1 menit per frame.

Sekian mengenai konsep singkat, latar belakang, dan juga proses pembuatan serial animasi TANGO. Semoga artikel ini dapat membantu dan berguna bagi pembaca untuk menciptakan karya kreatif yang lebih baik lagi. Terima kasih.

(Werikho)