Perancangan film animasi dokumenter Soekarno Hatta berjudul “Sahabat Joang” yang menyuguhkan kisah perjuangan Soekarno dan Hatta beserta detailnya. Film ini memiliki tujuan untuk memikat target penonton, yaitu siswa SD, untuk belajar sejarah dengan cara yang menyenangkan melalui sebuah karya seni animasi. Metode produksi yang digunakan adalah motode animasi 2D, yaitu pre-production, production, dan post-production. Hasil akhir berupa film animasi 2D yang menceritakan kisah dokumnetasi Soekarno dan Hatta yang dikemas secara menyenangkan dan informatif.

Cerita bermula dari kilas balik proklamasi Indonesia dan pengibaran bendera merah putih pada tahun 1945. Kemudian narator menjelaskan tentang biografi kedua tokoh yang membantu memerdekakan Indonesia yaitu Soekarno dan Hatta. Pertama adalah penjelasan mengenai masa muda Soekarno dan latar belakang pendidikannya. Kemudian narator melanjutkannya dengan kisah kehidupan Hatta. Cerita kemudian mencapai puncak saat Soekarno bertemu dengan Hatta beserta jerih payah mereka dalam memerdekakan Indonesia. Cerita diakhiri dengan kisah haru persahabatan mereka yang tak kerap kandas meskipun melewati berbagai rintangan yang ada.

Pendekatan yang digunakan dalam animasi dokumenter ini adalah style 2D dengan style kartunis. Style yang digunakan namun merujuk kepada referensi foto asli dari tokoh sejarah dan juga merujuk pada ciri khas dan atibut setiap tokoh yang ada. Dalam hal ini, penulis lebih mengacu terhadap referensi foto dari masing masing tokoh yang digabungkan dengan style gambar milik penulis. Penulis juga banyak mengambil referensi penggambaran tokoh pada animasi 2D produksi Indonesia

Visualisasi Soekarno dan Hatta dibuat dengan gaya 2D, namun mengambil atribut dan ciri khas dari Soekarno dan Hatta sendiri. Warna kulit dibuat lebih hitam karena disesuaikan dengan warna kulit asli dari Soekarno. Badan dibuat tegap untuk menampilkan kesan gagah dan berwibawa. Raut muka dibuat tegas. Karakter mengenakan baju safari dan peci yang biasa dipakai oleh beliau, dan hal ini penulis sesuaikan dengan atribut dari patung proklamasi Soekarno yang masih ada hingga kini. Warna kulit dibuat lebih putih karena disesuaikan dengan warna kulit asli dari Hatta. Badan dibuat lebih berisi untuk menampilkan kesan yang kontras dengan Soekarno. Raut muka dibuat lebih sering tersenyum. Karakter mengenakan baju dinas yang biasa dipakai oleh beliau, dan hal ini penulis sesuaikan dengan atribut dari patung proklamasi Hatta yang masih ada hingga kini.

Tahap pertama dari pembuatan film animasi adalah penentuan konsep cerita. Penulis melihat adanya kekurangan materi sejarah yang disampaikan secara menarik kepada siswa siswi Indonesia. Melihat masalah itu, penulis tertarik untuk mengangkat tema Soekarno Hatta yang dijadikan sebagai animasi dokumenter. Setelah penulis sudah mendapatkan konsep matang untuk kisah yang akan diangkat, penulis mulai membuat script yang nantinya akan menjadi acuan untuk perancangan film animasi dokumenter ini. Setelah itu penulis membuat concept art untuk menghasilkan artwork sebagai referensi untuk alur produksi selanjutnya. Dilanjutkan dengan pembuatan storyboard, Storyboard juga dapat di artikan sebagai naskah yang di sajikan dalam bentuk sketsa gambar yang berurutan, berguna untuk memudahkan pembuatan alur cerita maupun pengambilan gambar. Setelahnya tahapn dilanjutkan menuju tahap produksi yaitu pembuatan cut yang dilakukan secara frame by frame. Terakhir adalah proses editing dan juga compositing.

Penulis membuat film animasi dokumneter ini bertujuan untuk mengembangkan dunia industri desain, khususnya animasi di Indonesia dan juga dalam bidang pendidikan. Namun penulis menyadari bahwa animasi dokumenter yang telah dibuat mempunyai banyak ruang untuk perbaikan dan masih jauh dari kata sempurna. Penulis menyarankan dalam pembuatan film dokumentasi yang bagus adalah riset mendalam dalam materi sejarah yang ada, dan dari situlah dapat ditentukan alur cerita dan uga timeline yang pasti. Karena tanpa cerita dengan alur yang jelas, seorang pembuat film dapat dikatakan gagal dalam penyampian moral yang terselubung di dalam karyanya. Untuk mendapatkan bahan yang tepat dalam pembuatan cerita sebaiknya dilakukan riset yang mendalam terhadap literature, web, dan juga wawancara atau survey. Seorang pembuat film harus mempunyai fondasi yang kuat agar film dapat dinikmati dan dimengerti oleh penonton. Penulis juga menyarankan agar badan pendidikan Indonesia lebih terbuka untuk menayangkan materi edukasi dalam bentuk film pendek, karena materi tersebut lebih menyenangkan untuk dilihat terutama oleh target penonton.

Oleh: Safirah Adliah